Friday, August 01, 2008

Pengumuman Nama-nama Mahasiswa Baru Universitas Islam Madinah 1429/1430 H

1. Abdullah Fahmi Majid

2. Abubakar Shiddiq

3. Ahmad Ghozali Ismail

4. Ahmad Sholahudin

5. Ahmad Wahyudi

6. Alamsyah Medwikromo

7. Amha Hasan Nasrullah

8. Ariful Bahri Alizar

9. Armin Akbar Bahanan

10. Baidhowi Razi Muhamad Zaini

11. Bambang Sahubala

12. Deni Irawan bin Sarbini

13. Endang Sutedi bin Rusydi

14. Fakhri Basyarahil

15. Farhan bin Zamzami Al-Kambari

16. Farid Luthfi

17. Haidar Rohman bin DR. Nads H. Muhamad ZR

18. Handono Ilyas Suseno

19. Harwan Laba

20. Iksan Dwi Santoso

21. Irsyad Hasan

22. Ismail bin Filumina

23. Ismail Margham

24. Khotamin Mat Shoim

25. Lalu Zulham bin Efendi

26. Lanlan Tuhfatun Nafsi

27. Mahdi Zulkifli

28. Mahmud Bakari

29. Maulana bin Landa

30. Muhamad Akrom Afifi

31. Muhamad Amin bin Abdul Muhith

32. Muhamad Farhan Mauludi

33. Muhamad Iqbal Ismail

34. Muhamad Mukhtarul Mukhlisin

35. Muhamad Nisfu Lail bin Sutarno

36. Muhamad Reza Nugraha

37. Muhamad Soleh

38. Muhamad Zaini Anwar bin Khoirul Anwar

39. Nurdiansyah Nasrudin

40. Rahmat Fauzan Azhari

41. Ridho Abdullah

42. Rohman Hakim

43. Romadhoni bin Yatmin

44. Roman Al-Wafi Ramadhan Shabahy

45. Sadam Husein

46. Saifudin Jaza

47. Wisnu Ali Gani

48. Zain Bahamid bin Ahmad Bahamid

49. Zainudin Mudaham

50. Zulfikar Syam

Sunday, June 10, 2007

Nama-Nama Yang Lulus di Universitas Islam Madinah Tahun Ajaran 1428-1429


Abdullah Niak Johan
Adi Hasfam Syarbin
Ahmad Amunir
Ahmad bin Hamid
Ahmad Nasrullah
Asatini Zamani Siriko
Basyari Tujang bin Ibrahim Tujang
Budi Sutiyana bin Burhan
Hadirin Usman Baronsah
Hadmus Wirawan
Hakimudin Salim
Hendri Waluyo Lisna
Islahudin Laik Romadhon Mubarok
Isnain Laharsi
Jabir Ali bin Bahir Ali
Kurniawan Arif
M. Baqis Abd Aziz Baqis
M. Haedar Ahmad Khuwailid
M. Irawan Setiawan Abd Wahab
M. Siyat Kadin Ahmad Ridwan
M. Zainudin Nawi Tukjil Banjar
Maryandi Muzakir
Munawir Ubaidillah
Ridwan Abdul Rahim
Roneli Rumakat
Ruslan Zawardi
Sutriyono Suradi Sanjaya
Yahya Nofrizal Nawawi
Zakaria Dendi
Zarkasyi Musthofa

Friday, April 20, 2007

Wahai Ikhwan, Iringi Perkataanmu Dngan Perbuatan


Suatu ketika sekelompok budak menghadap Imam Hasan Al Basri. Mereka meminta Hasan Al Basri untuk berbicara mengenai kemerdekaan budak di dalam khutbah Jum'atnya. Sang Imam menyetujui permintaan tersebut.
Hari Jum'at pun tiba, namun apa yang mereka telah sampaikan ternyata tidak dilakukan sang Imam. Sampai tiga bulan lamanya Imam Hasan Al Basri belum melakukan apa yang mereka minta.
Barulah masuk bulan keempat Hasan Al Basri berbicara di atas mimbar Jum'at dengan tema yang mereka minta. Selesai Jum'at mereka berbondong-bondong menghadap sang Imam dan menanyakan perihal permintaan mereka yang sempat tertunda selama tiga bulan. Menghadapi mereka sang Imam berkata : "Maafkan saya bila terlambat menyampaikan permintaan kalian. Bagaimana mungkin saya menganjurkan kepada ummat mengerjakan sesuatu hal yang saya sendiri belum melakukannya? Saya tidak memiliki seorang budak pun, sehingga saya harus menunggu rezeki dari Allah untuk membeli budak yang kemudian saya merdekakan."
- - - - -
Ikhwah fillah yang berbahagia, membaca kisah di atas timbul rasa hormat sekaligus takjub kita kepada para 'ulama terdahulu. Bahwa mereka sangat bertanggung jawab dengan da'wah yang mereka lakukan. Prilaku mereka selalu sejalan dengan yang mereka katakan.
Inilah salah satu pelajaran berharga sekaligus bahan introspeksi bagi kita. Karena pada kenyataannya tidak sedikit dari kita -sebagai pelaku aktivitas da'wah ini- yang kurang bisa menyelaraskan tindakan dan kata-kata serta minim dalam mengaktualisasikan teori di lapangan kehidupan. Kita acap kali berbicara kepada ummat mengenai suatu hal dengan lantang, padahal di saat yang sama kita belum dan bahkan tidak melakukan hal tersebut.
Ikhwah fillah yang dicintai Allah, sebagai aktivis yang baik, kita tidak boleh memandang sebelah mata dalam menyikapi hal ini. Selain Allah telah jelas-jelas berfirman dalam surat As Shaf : "Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan", bisa jadi pada akhirnya kemuliaan da'wah akan tercoreng dikarenakan ulah aktivis yang justru bertentangan secara diametral dalam prilaku kesehariaannya. Akibatnya, ummat akan menarik kepercayaannya terhadap da'wah. Dan bila hal ini terjadi, kepada siapa da'wah akan ditujukan? (BW)

www.ikhwah-net.8m.com

Dakwah Tidak Dipikul Orang Manja

Oleh: DH Al Yusni

Wahai Saudaraku yang dikasihi Allah.
Perjalanan dakwah yang kita lalui ini bukanlah perjalanan yang banyak ditaburi kegemerlapan dan kesenangan. Ia merupakan perjalanan panjang yang penuh tantangan dan rintangan berat.
Telah banyak sejarah orang-orang terdahulu sebelum kita yang merasakan manis getirnya perjalanan dakwah ini. Ada yang disiksa, ada pula yang harus berpisah kaum kerabatnya. Ada pula yang diusir dari kampung halamannya. Dan sederetan kisah perjuangan lainnya yang telah mengukir bukti dari pengorbanannya dalam jalan dakwah ini. Mereka telah merasakan dan sekaligus membuktikan cinta dan kesetiaan terhadap dakwah.
Cobalah kita tengok kisah Dzatur Riqa’ yang dialami sahabat Abu Musa Al Asy’ari dan para sahabat lainnya –semoga Allah swt. meridhai mereka. Mereka telah merasakannya hingga kaki-kaki mereka robek dan kuku tercopot. Namun mereka tetap mengarungi perjalanan itu tanpa mengeluh sedikitpun. Bahkan, mereka malu untuk menceritakannya karena keikhlasan dalam perjuangan ini. Keikhlasan membuat mereka gigih dalam pengorbanan dan menjadi tinta emas sejarah umat dakwah ini. Buat selamanya.
Pengorbanan yang telah mereka berikan dalam perjalanan dakwah ini menjadi suri teladan bagi kita sekalian. Karena kontribusi yang telah mereka sumbangkan untuk dakwah ini tumbuh bersemi. Dan, kita pun dapat memanen hasilnya dengan gemilang. Kawasan Islam telah tersebar ke seluruh pelosok dunia. Umat Islam telah mengalami populasi dalam jumlah besar. Semua itu karunia yang Allah swt. berikan melalui kesungguhan dan kesetiaan para pendahulu dakwah ini. Semoga Allah meridhai mereka.
Duhai saudaraku yang dirahmati Allah swt.
Renungkanlah pengalaman mereka sebagaimana yang difirmankan Allah swt. dalam surat At-Taubah: 42.
Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu. Tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka, mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah, “Jika kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu.” Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.
Mereka juga telah melihat siapa-siapa yang dapat bertahan dalam mengarungi perjalanan yang berat itu. Hanya kesetiaanlah yang dapat mengokohkan perjalanan dakwah ini. Kesetiaan yang menjadikan pemiliknya sabar dalam menghadapi cobaan dan ujian. Menjadikan mereka optimis menghadapi kesulitan dan siap berkorban untuk meraih kesuksesan. Kesetiaan yang menghantarkan jiwa-jiwa patriotik untuk berada pada barisan terdepan dalam perjuangan ini. Kesetiaan yang membuat pelakunya berbahagia dan sangat menikmati beban hidupnya. Setia dalam kesempitan dan kesukaran. Demikian pula setia dalam kelapangan dan kemudahan.
Saudaraku seperjuangan yang dikasihi Allah swt.
Sebaliknya orang-orang yang rentan jiwanya dalam perjuangan ini tidak akan dapat bertahan lama. Mereka mengeluh atas beratnya perjalanan yang mereka tempuh. Mereka pun menolak untuk menunaikannya dengan berbagai macam alasan agar mereka diizinkan untuk tidak ikut. Mereka pun berat hati berada dalam perjuangan ini dan akhirnya berguguran satu per satu sebelum mereka sampai pada tujuan perjuangan.
Penyakit wahan telah menyerang mental mereka yang rapuh sehingga mereka tidak dapat menerima kenyataan pahit sebagai risiko dan sunnah dakwah ini. Malah mereka menggugatnya lantaran anggapan mereka bahwa perjuangan dakwah tidaklah harus mengalami kesulitan.
Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya. Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (At-Taubah: 45-46)
Kesetiaan yang ada pada mereka merupakan indikasi kuat daya tahannya yang tangguh dalam dakwah ini. Sikap ini membuat mereka stand by menjalankan tugas yang terpikul di pundaknya. Mereka pun dapat menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Bila ditugaskan sebagai prajurit terdepan dengan segala akibat yang akan dihadapinya, ia senantiasa berada pada posnya tanpa ingin meninggalkannya sekejap pun. Atau bila ditempatkan pada bagian belakang, ia akan berada pada tempatnya tanpa berpindah-pindah. Sebagaimana yang disebutkan Rasulullah saw. dalam beberapa riwayat tentang prajurit yang baik.
Wahai Saudaraku yang dirahmati Allah.
Marilah kita telusuri perjalanan dakwah Abdul Fattah Abu Ismail, salah seorang murid Imam Hasan Al Banna yang selalu menjalankan tugas dakwahnya tanpa keluhan sedikitpun. Dialah yang disebutkan Hasan Al Banna orang yang sepulang dari tempatnya bekerja sudah berada di kota lain untuk memberikan ceramah kemudian berpindah tempat lagi untuk mengisi pengajian dari waktu ke waktu secara maraton. Ia selalu berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain untuk menunaikan amanah dakwah. Sesudah menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya, ia merupakan orang yang pertama kali datang ke tempatnya bekerja. Malah, ia yang membukakan pintu gerbangnya.
Pernah ia mengalami keletihan hingga tertidur di sofa rumah Zainab Al-Ghazali. Melihat kondisi tubuhnya yang lelah dan penat itu, tuan rumah membiarkan tamunya tertidur sampai bangun. Setelah menyampaikan amanah untuk Zainab Al Ghazali, Abdul Fattah Abu Ismail pamit untuk ke kota lainnya. Karena keletihan yang dialaminya, Zainab Al Ghazali memberikan ongkos untuk naik taksi. Abdul Fattah Abu Ismail mengembalikannya sambil mengatakan, “Dakwah ini tidak akan dapat dipikul oleh orang-orang yang manja.” Zainab pun menjawab, “Saya sering ke mana-mana dengan taksi dan mobil-mobil mewah, tapi saya tetap dapat memikul dakwah ini dan saya pun tidak menjadi orang yang manja terhadap dakwah. Karena itu, pakailah ongkos ini, tubuhmu letih dan engkau memerlukan istirahat sejenak.” Ia pun menjawab, “Berbahagialah ibu. Ibu telah berhasil menghadapi ujian Allah swt. berupa kenikmatan-kenikmatan itu. Namun, saya khawatir saya tidak dapat menghadapinya sebagaimana sikap ibu. Terima kasih atas kebaikan ibu. Biarlah saya naik kendaraan umum saja.”
Duhai saudaraku yang dimuliakan Allah swt.
Itulah contoh orang yang telah membuktikan kesetiaannya pada dakwah lantaran keyakinannya terhadap janji-janji Allah swt. Janji yang tidak akan pernah dipungkiri sedikit pun. Allah swt. telah banyak memberikan janji-Nya pada orang-orang yang beriman yang setia pada jalan dakwah berupa berbagai anugerah-Nya. Sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)- mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Al-Anfal: 29)
Dengan janji Allah swt. tersebut, orang-orang beriman tetap bertahan mengarungi jalan dakwah ini. Dan mereka pun tahu bahwa perjuangan yang berat itu sebagai kunci untuk mendapatkannya. Semakin berat perjuangan ini semakin besar janji yang diberikan Allah swt. kepadanya. Kesetiaan yang bersemayam dalam diri mereka itulah yang membuat mereka tidak akan pernah menyalahi janji-Nya. Dan, mereka pun tidak akan pernah mau merubah janji kepada-Nya.
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya). (Al Ahzab: 23)
Wahai ikhwah kekasih Allah swt.
Pernah seorang pejuang Palestina yang telah berlama-lama meninggalkan kampung halaman dan keluarganya untuk membuat mencari dukungan dunia dan dana diwawancarai. “Apa yang membuat Anda dapat berlama-lama meninggalkan keluarga dan kampung halaman?” Jawabnya, karena perjuangan. Dan, dengan perjuangan itu kemuliaan hidup mereka lebih berarti untuk masa depan bangsa dan tanah airnya. “Kalau bukan karena dakwah dan perjuangan, kami pun mungkin tidak akan dapat bertahan,” ungkapnya lirih.
Wahai saudaraku seiman dan seperjuangan
Aktivis dakwah sangat menyakini bahwa kesabaran yang ada pada dirinyalah yang membuat mereka kuat menghadapi berbagai rintangan dakwah. Bila dibandingkan apa yang kita lakukan serta yang kita dapatkan sebagai risiko perjuangan di hari ini dengan keadaan orang-orang terdahulu dalam perjalanan dakwah ini, belumlah seberapa. Pengorbanan kita di hari ini masih sebatas pengorbanan waktu untuk dakwah. Pengorbanan tenaga dalam amal khairiyah untuk kepentingan dakwah. Pengorbanan sebagian kecil dari harta kita yang banyak. Dan bentuk pengorbanan ecek-ecek lainnya yang telah kita lakukan. Coba lihatlah pengorbanan orang-orang terdahulu, ada yang disisir dengan sisir besi, ada yang digergaji, ada yang diikat dengan empat ekor kuda yang berlawanan arah, lalu kuda itu dipukul untuk lari sekencang-kencangnya hingga robeklah orang itu. Ada pula yang dibakar dengan tungku yang berisi minyak panas. Mereka dapat menerima resiko karena kesabaran yang ada pada dirinya.
Kesabaran adalah kuda-kuda pertahanan orang-orang beriman dalam meniti perjalanan ini. Bekal kesabaran mereka tidak pernah berkurang sedikit pun karena keikhlasan dan kesetiaan mereka pada Allah swt.
Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (Ali Imran: 146)
Bila kita memandang kehidupan generasi pilihan, kita akan temukan kisah-kisah brilian yang telah menyuburkan dakwah ini. Muncullah pertanyaan besar yang harus kita tujukan pada diri kita saat ini. Apakah kita dapat menyemai dakwah ini menjadi subur dengan perjuangan yang kita lakukan sekarang ini ataukah kita akan menjadi generasi yang hilang dalam sejarah dakwah ini.
Ingat, dakwah ini tidak akan pernah dapat dipikul oleh orang-orang yang manja. Militansi aktivis dakah merupakan kendaraan yang akan menghantarkan kepada kesuksesan. Semoga Allah menghimpun kita dalam kebaikan. Wallahu’alam.
Sumber: www.dakwatuna.com

Friday, March 30, 2007

DUA IMAN

DUA IMAN

IMANANI atau dua iman, judul itu ditulis oleh imam Syahid Hasan Albanna didalam Kumpulan Risalah beliau dalam menjelaskan gerakan dakwah yang beliau letakkan. Dengan judul itu cukup mengetuk kita para kader dakwah untuk merenungi lebih dalam lagi tujuan risalah beliau tersebut. Kita berbeda dengan mereka yang berada diluar kita dan seharusnya memang berbeda. Kita harus bangga tanpa harus menyombongkan diri dengan kebesaran dakwah yang sekarang kita berada dalam barisannya. Perbedaan dakwah kita dengan orang yang berada diluar kita terletak pada iman yang berada didalam dada para kadernya.

Dalam sebuah ceramah agama, atau sebuah khotbah di masjid-masjid, atau dalam kajian-kajian dan seminar-seminar, orang-orang yang hadir mendengarkan isi ceramah tersebut boleh jadi akan tergugah, timbul semangat untuk memperbaiki diri dan masyarakat, akan sadar dan berkeinginan kuat untuk melakukan dakwah bahkan ada keinginan untuk merubah tatanan kehidupan ke arah yang lebih islami, namun ketika mereka keluar meninggalkan majlis tersebut dan kembali dengan kesibukan aktivitas masing-masing, bertemu dengan lingkungan mereka, mereka seakan sudah lupa dengan apa yang barusan didengarnya dalam beberapa menit yang lalu, bahkan kembali menjalani kebiasaan-kebiasaan yang jauh dari nilai islami yang pada beberapa menit yang lalu ingin ia rubah, bahkan ia kembali lalai. Itu.., karena iman yang mereka miliki lemah, redup dan tidur.

Namun berbeda dengan iman yang dimiliki oleh para kader dakwah, mereka memiliki iman yang menyala, seperti api yang berkobar, iman yang hidup dan begitu kuat sehingga mampu mendorongnya untuk bergerak, menyebarkan nilai-nilai iman yang ia miliki kepada lingkungan dan masyarakatnya. Ia tidak gamang, apa lagi tidak peduli dengan permasalahan yang terjadi didepan matanya, keinginan kuat yang didasari iman yang benar inilah yang mendorongnya untuk terus beramal. Imannya memancar, sehingga badannya tidak tahan untuk beristirahat, tangannya tidak bisa untuk bertopang, lisannya tidak bisa diam, dan jiwanya berontak dengan kemungkaran yang ada di depan matanya.

Imam Syahid mengatakan : "Yang membedakan kami dan umat kami setelah sama-sama beriman dan menyakini kebenaran ideologi itu adalah bahwa iman pada diri mereka tertidur lelap, karenanya tidak mempunyai daya dorong untuk melakukan konsekwensi dari keimanan itu. Namun sebaliknya iman itu menyala, menggelora dan begitu kuat dan bangkit didalam jiwa ikhwanul muslimin." (Majmu'atur Rosail hal: 16)

Atau mungkin kita pernah menyaksikan seorang yang kelihatannya begitu khusyuk melakukan sholat berjamaah dimasjid, setelah itu ia berzikir dan berdoa dengan khusyuk pula, setelah menyelesaikan sholat ia pulang menuju rumahnya, ketika didalam perjalanan ia bertemu dengan orang-orang yang asyik menikmati kebebasan melakukan kemaksiatan, ia berbaur bersama mereka, pembicaraannya tidak ada bedanya dengan apa yang mereka obrolkan bahkan sambil tertawa-tawa bersuka ria, kelakuannya tak bisa dibedakan dengan perangai mereka, bahkan ia tidak sadar dalam beberapa menit yang lalu ia begitu khusyuknya membaca Al-Quran, ia baru selesai melaksanakan sholat dan bermunajat kepada Rabbnya.

Imam Al-Banna menggambarkan : "Engkau akan dibuat tertawa bingung dengan kondisi ketika melihat seorang pemikir atau seorang budayawan yang berwawasan, dalam dua jam yang bersamaan disuatu siang dia bersikap sebagai seorang atheis yang tidak mengenal tuhan dan tiba-tiba saja menjadi seorang yang sangat agamis dan ahli ibadah. Inilah kelengahan, kealpaan, ketidaksadaran, kerapuan bahkan keterlelapan panjang –atau apa saja sebutan yang tepat- yang mendorong kami menghidupkan kembali 'Mabda kami' (ideologi) dan itu adalah ideolagi yang telah lama dipercayai dan diterima oleh umat kami yang kami cintai."

Sunday, February 04, 2007

Di Balik Poligami Rosulullah SAW

Rosulullah merupakan suritauladan bagi umatnya, begitu juga dalam hal menikah. Rosulullah banyak menikahi istri-istrinya pada masa periode dakwah di Madinah. Ia hanya menikahi Khodijah ketika pada masa periode dakwah di Mekah sampai Khodijah meningal dunia, setelah wafatnya Khodijah, Rosulullah menikahi Saudah binti Zum’ah rodhiyallahu anha.
Adapun Aisyah adalah wanita pertama yang dinikahi Rosulullah pada masa dakwah Rosulullah di Madinah. Kemudian Rosulullah menikahi Hafshoh, lalu Zainab binti Khuzaimah, lalu Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayyah, lalu Zainab binti Jahsyi, kemudian Juwairiyah binti Al-Harist, kemudian Ummu Habibah Romlah binti Abu Sufyan, kemudian Sofiyah binti Huyyi bin Akhtob, kemudian Maimunah binti Al-Harist Al-Hilaliyah.
Setiap istri-istri Rosululah tersebut mempunyai kamar-kamar kecil disekitar masjid nabawi. Namun semua istri-istrinya hidup rukun, damai serta bahagia bersama Nabi Saw. Adapun diantara istri-istri Rosulullah tersebut Khodijah dan Zainab binti Khuzaimah meninggal dunia tatkala Rosulullah masih hidup.

Poligami saat ini sedang ngetrend di tanah air. Namun marilah kita melihat jauh kebelakang, kembali mengenang alur sejarah tentang pernikahan baginda Rosululah Saw. Pernikahan Rosulullah Saw mempunyai tujuan-tujuan yang sangat tinggi lagi mulia. Tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi, bahwa Rosululah berpoligami, lalu ketika ada umatnya yang ingin mengikuti poligami Rosullulah tersebut terjadi pro dan kontra terhadap sikap sang ustadz. Setelah kita memperhatikan beberapa tujuan dari poligami Rosulullah dibawah ini mungkin kita bisa lebih jernih dalam memandang saudara kita yang mengikuti qudwah Rosulullah ini. Diantara tujuan pernikahan beliau yang dapat ambil dari buku-buku sirah antara lain:

Tujuan Pengajaran

Dengan pernikahan itu, umahatul mukminin adalah sebagai perantara dalam mengajarkan dan menyebar luaskan ajaran islam, apalagi berbagai hukum yang bersangkutan dengan wanita, yang kadang kalah tidak dapat dilakukan oleh para sahabat untuk menyampaikannya kepada para wanita. Maka dengan adanya istri-istri rosulullah sangat memudahkan untuk berhubungan dengan wanita-wanita lain yang lebih luas, sehingga ajaran yang disampaikan nabi dapat ditransper dengan cepat kepada kamu wanita di madinah ketika itu. Walaupun dengan istri satupun telah mampu untuk menguasai berbagai ilmu, hukum-hukum dan urusan yang berkaitan dengan kaum wanita. Seperti halnya Aisyah ra yang sangat terkenal dengan kecerdasannya yang menghapal hadist dari Rosulullah Saw sebanyak 2210 hadist, dari jumlah hadist-hadist yang dihapal oleh umahat mukminin yang lainnya sebanyak 608 hadist saja. Tidaklah ketika para sahabat mengalami kesulitan dalam beberapa masalah agama lalu mereka menanyakan pada Aisyah kecuali mereka mendapatkan jawaban yang belum mereka ketahui, sebagaimana dalam riwayat Imam Tirmizi mengatakan : “Aisyah adalah wanita yang paling cerdas dan faqih didunia ini”.

Tujuan Syariat

Dalam pernikahan Rosulullah dengan Zainab binti Jahsyi istri dari anak angkatnya Zaid bin Haritsa. Pernikahan tersebut adalah karena wahyu Ilahi yang bermaksud untuk mementahkan kebiasaan mengangkat anak pada masa jahiliyah, dan menghilangkan keengganan bagi kamu muslimin untuk menikahi wanita-wanita yang dicerai oleh anak angkat mereka. Allah Swt berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 37, yang artinya : “… Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluannya terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi kaum mukmin untuk mengawini istri-istri anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan ketetapan Allah itu pasti terjadi”.
Tujuan ini memiliki dampak yang sangat besar dalam kehidupan bermasyarakat pada masa menetapkan beberapa hukum islam dan mewarnai kehidupan bermasyarakat dengan ajaran islam.

Tujuan Manusiwi

Pernikahan Rosulullah pun dalam rangka memberikan naungan dan pemeliharaan terhadap janda-janda yang ditinggal syahid oleh suaminya, memberikan pendidikan terhadap anak–anak yatim dan menghibur kesedihan keluarga sahabat yang syahid yang dinikahinya.

Pernikahan Rosulullah dengan Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayyah, setelah suaminya meninggal dunia di Madinah, ia meninggalkan dua orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Pernikahan Rosulullah tersebut merupakan pemuliaan Rosullulah pada Ummu Salamah dan merupakan pengayoman terhadapat anak-anaknya.

Pernikahan Rosulullah dengan Zainab binti Khuzaimah, istri dari Ubaidah bin Al-Harist yang syahid setelah perang badar. Pernikahan Rosulullah ini dalam rangka menghibur kesedihan Zainab dengan syahid suaminya tersebut.

Tujuan Dakwah

Penikahan Rosulullah dengan Shofiyah putri dari Huyyi bin Akhtob musuh islam terbesar yang terbunuh dari bani Qoroizhoh. Adapun Shofiyah ketika itu merupakan tawanan dalam perang khaibar, lalu Rosulullah membebaskannya kemudian menikahinya. Pernikahan ini memberikan pengaruh yang besar dalam dakwah Rosulullah untuk mengikat orang–orang ahlul kitab dari Bani Qoroizhoh dengan ikatan kerabat dan kekeluargaan. Daerah tersebut merupakan wilayah perdalaman yang jauh.

Pernikahan Rosulullah dengan Maria Al-qibtiyah dari Sirari. Dengan pernikahan tersebut Rosulullah mengikat umat yang lebih luas lagi, sehingga dakwah islam bisa lebih luas diterima oleh masyarakat yang dari sana ada salah seorang istri Rosulullah, sebagai mana sabdanya: “Kalian akan membuka negeri mesir maka berwasiatlah yang baik terhadap penduduknya, karena sesungguhnya di sana ada orang-orang yang dibawah perlindungan islam dan ada sanak kerabat”. Pernikahan tersebut memberi dampak yg jauh kedepan terhadap perluasan dakwah terhadap penduduk mesir.

Pernikahan dengan Juwairiyah anak dari Al-Harist seorang pemimpin Bani Al-Mustholiq. Ia menjadi tawanan kaum muslimin, lalu ia dibebaskan oleh Rosulullah kemudian ia dinikahi. Pernikahan ini juga memiliki pengaruh yang dahsyat dalam membebaskan tawanan dari keluarga dan qabilahnya. Ketika para sahabat mendengar pernikahan Rosululah dengan Juwairiyah mereka berkata: “Bebaskanlah tawanan kalian dari kaumnya, mereka adalah kerabat Rosulullah”. Ini menyebabkan semua kaum dari Bani Mustholiq masuk islam. Ini juga memberikan hasil yang cepat terhadap dakwah islam.

Pernikahan Rosulullah dengan Ummu Habibah Romlah binti Abi Sufyan, seorang pemimpin musyrikin mekkah pada waktu itu. Rosulullah menikahinya ketika Romlah berada di negeri Habasyah setelah suaminya Ubaidillah bin Jahsyi menjadi nasrani, sebagai penghomatan Rosulullah karena Romlah menjadi asing dan menyendiri di negeri yang jauh, karena keislamannya ia rela meninggalkan kerabatnya. Juga merupakan sebagai pendekatan untuk mengikat hati bapaknya, untuk melihat ulang bagaimana pandangan Abu Sufyan dan permusuhannya terhadap dakwah islam.
Kalau diperhatikan maksud dari pernikahan ini adalah untuk mendapatkan dukungan dari luar terhadap dakwah islam dan menyebarkannya di negeri arab.

Adapun pernikahan Rosulullah dengan Aisyah dan Hafshoh selain sebagai sarana untuk mempermudah dalam mengajarkan islam kepada kaum muslimat juga merupakan sebagai penguat dalam barisan dakwah, hubungan Rosulullah dengan dua orang sahabat pendukung dakwahnya, yaitu Abu Bakar dan Umar bin khattab radhiyallahu anhuma.

Seperti halnya juga Rosulullah menikahkan Ruqoyah, kemudian Ummu Kulstum dengan Ustman bin Affan, dan menikahkan Fathimah dengan Ali bin Abi Tholib, bertujuan untuk memperkuat barisan dari dalam terhadap dakwah islam.

Mudah-mudahan yang berpoligami juga mempunyai tujuan yang sama dengan apa yang telah Rosulullah contohkan.

Thursday, February 01, 2007

Antara amal dan hasil

Episode kemenangan:


Terkadang sebagian orang berputus asa ketika tidak menyaksikan hasil yang cepat atas apa yang dilakukan oleh mereka–mereka yang berijtihad dalam dakwah yang berkah ini. Mereka melihat masyarakat yang melakukan amal didalamnya melepaskan rasa malu hari demi hari, dengan melalui jalan yang cepat dan berbahaya, yang menjadikan sebagian kelompok ini berputus asa dari gunanya beramal bersama meraka. Sesungguhnya kelompok ini, ketika mereka melakukan amaliyah dakwah itu mereka melupakan hakekat yang penting, yaitu sesungguhnya ia adalah hamba Allah yang tidak dituntut darinya lebih banyak dari sekedar amal, yang dituntut hanyalah untuk menyampaikan, akan tetapi sesungguhnya hidayah bukanlah yang dituntut darinya, apalagi memang sesungguhnya ia tidak memiliki hidayah itu.

Ini bukan berarti tidak memperhatikan hasil dan tujuan amal, atau juga bukan berarti tidak yakin dengan kemenangan. Karena sesungguhnya tsiqoh dengan kemenangan adalah pendorong amal. Akan tetapi yang dimaksud dengan hasil adalah hidayah bagi manusia, yang dampaknya adalah merubah tatanan masyarakat, dari masyarakat jahiliah kepada masyarakat islami. Dan itu tidak dituntut dari individu, akan tetapi yang diharapkan adalah amal yang terus menerus untuk sebuah kemenangan, yang kadang kalah tidak tercapai dengan tangan kita. Ini bukanlah yang menjadikan berhentinya untuk terus beramal.

Al-Banna mengingatkan pengikutnya

Beginilah Imam Syahid Hasan Al-banna mengingatkan dari sakit semacam ini yang kadang merasuki jiwa sebagian orang, ia berkata: “Wahai ikhwanul muslimin, sesungguhnya kalian mengharapkan keridhoaan Allah, dan mengharapkan pahala dan keampunan-Nya, dan itu akan dijamin buat kalian selagi kalian ikhlas. Allah tidak membebabkan kalian hasil dari amal kalian, akan tetapi yang dibebankan pada kalian adalah tujuan yang benar, dan persiapan yang sebaik mungkin. Dan kita setelah itu bisa saja salah, maka kita akan mendapatkan ganjaran orang yang berijtihad. Dan boleh jadi kita benar, maka kita akan mendapatkan ganjaran pemenang.”

Sayyid Qutub dan Ashabul Ukhdud.

Sesungguhnya hasil yang terlambat, dan ujian yang terus menerus seharusnya tidaklah menjadikan sebab berhentinya dari beramal. Kita tidak memiliki batasan hasil–hasil kecil, tidak juga hasil yang besar, akan tetapi yang perintahkan bagi pelaku dakwah yang dijanjikan akan kemenangan agama ini dari agama lainnnya adalah terus melakukan amaliyah dakwah.
Sayyid Qutub mengomentari kisah ashabul ukhdud sebagai mana perkataanya: “Disana ada contoh yang menggambarkan tidak ada orang mukmin yang selamat, dan kegembiraan orang-orang kafir yang dibiarkan hidup tanpa disiksa. Itu semua, mau tidak mau, adalah demi memantapkan orang-orang mukmin -pembawa dakwah- bahwa kadang-kadang mereka dalam perjalanan dakwahnya akan mengalami akhir dakwahnya yang seperti itu. Dalam hal ini mereka tidak dimintai pertanggungan jawab apapun. Yang dipertanyakan dari mereka hanyalah permasalahan aqidah dihadapan Allah. Apa yang perlu mereka lakukan hanyalah menunaikan kewajiban. Kewajiban menjadikan Allah sebagai satu-satunya tuhan, mengutamakan aqidah dari kehidupan duniawi, penuh percaya diri dengan iman yang dimilikinya untuk melawan coban, menyandarkan diri hanya kepada Allah atas seluluruh amal dan niatnya. Jika kewajiban iu telah ditunaikan, Allah akan berbuat bagi mereka dan musuh-musuh mereka, bagi dakwah dan agama-Nya, sesuatu yang Ia kehendaki, disinilah perjalanan sejarah iman berakhir. Mereka adalah pekerja Allah. Dimana, kapan dan bagaimanapun mereka bekerja, mereka pasti akan mendapatkan upah dari Allah. Mereka tidak perlu menggapai satu target apapun dari dakwah yang mereka lakukan itu. Perjalanan akhir dakwah adalah urusan Allah, bukan urusan mereka. Mereka hanyalah para juruh dakwah suruhan Allah.

Barang siapa yg di tangannya ada bibit kurma.

Rosulullah bersabda: “Jika hari kiamat tiba sedangkan ditangan kalian ada bibit kurma yang akan ditanam, maka hendaklah ia menanamnya. (HR. Ahmad 3/191, dishohihkan Al-bani)

Dalam hadist ini Rosulullah menyeruh kepada siapa yang ditangannya ada bibit kurma sedangkan ia mengetahui bahwa kiamat telah tiba dengan tanda-tandanya, dengan bergoncangnya bumi, terbelahnya langit, bertabrakannnya bintang dan planet satu sama lain, banjirnya air laut kedaratan, api-api menyala. Dengan kondisi yang ia sadari seperti itu, ia disuruh untuk menanamkan bibit kurma. Bukankah ini sebuah urusan yang aneh? Ini menunjukan bahwa yang dituntut dari seorang hamba bukanlah menunggu hasil sesuai dengan apa yang telah dilakukan seorang hamba atas perintah tuannya.
Ustadz Muhammad Qutub mengatakan : “Sesungguhnya ia mengatakan pada kalian: Bukanlah bagi kalian buah dari kesungguhan kalian, akan tetapi bagi kalian adalah kesungguhan itu saja, lakukanlah dengan sungguh dan janganlah menanti-nanti hasilnya. Tunaikanlah dengan iman yg sempurna, ini adalah kewajiban kalian, ini adalah urusan penting kalian. Sesungguhnya kewajiban kalian dan kepentingan kalian berakhir bersama kalian disitu, yaitu ketika kalian menanam bibitnya ditanah, bukan memetik buahnya. Dan dia berkata kepada mereka, bukan mengejek ataupun menertawakan mereka. Tetapi sesungguhnya mengatakan pada mereka sesuatu yg benar adanya."

Ketika anda bertanya pada diri anda sendiri kapan bibit ini akan berbuah? Bagaimana ia akan berbuah sedangkan di kiri kanannya ada angin dan hama dari segala arah? Ketika anda bepikir bagaimana ia akan hidup? Bukankan anda sendiri yang memotongnya ketika anda mengambil bibitnya? Akan tetapi ketika anda menanamnya ditanah dan menengadahkan kedua tangan anda memohon pada Allah, pada saat itulah anda titipkan pada tempatnya yang benar, yang memelihara tanaman itu dan memelihara anda.
Maka selagi seorang dai yakin dengan kemenangan, bukan tidak mustahil ia akan melihat kemenangan selagi ia yakin dengannya. Ia harus melakukan dengan tugasnya yang telah Allah tentukan, yaitu berdakwah pada jalan-Nya. Mengoftimalkan segala sebab yang akan mewujudkan pada kemenangan, dan setelah itu bukanlah hal yangg penting terealisasinya kemenangan itu dengan tangannya atau tangan orang lain.

Qiyadah hanya layak buat mereka yg berqudwah


Banyak, itulah gambaran mereka, para sahabat nabi Radhiyallahu ‘anhum, yang mana pada tahun pembebasan kota makkah jumlah meraka mencapai 10.000 orang sahabat. Akan tetapi kenapa dari jumlah yang besar itu tidak semuanya muncul dan terdengar kisah mereka? Bahkan hanya kurang dari 1000 orang saja yang tercatat dalam sejarah ketika Rosulullah Saw wafat.

Itulah sunnatullah yang menjadikan manusia berbeda dalam kecemasan dan semangat mereka yang menggelora, dalam kesakitan dan cita-cita mereka. Begitulah juga hikmah Allah yang agung, yang menjadikan surga bertingkat-tingkat, bukan dalam satu derajat saja, itu adalah karena perbedaan kesungguhan.

Diantara para sahabat rosulullah, ada dari mereka yang tidak pernah meninggalkan nabi sekalipun kecuali sampai nabi masuk kedalam rumahnya.
Diantara mereka ada yg menemani nabi hingga dalam kholwat dan penyendiriannya, membawakan air ketika nabi menunaikan hajatnya, dan menyediakan air untuk berwudhunya. Begitu juga, diantara mereka ada yang seumur hidupnya hanya sekali atau dua kali saja yang melihat Rosulullah, atau hanya meriwayatkan 1 atau 2 hadist saja.

Maka diantara para sahabat yang paling dekat dengan nabi dan yang paling banyak bersentuhan dengannya adalah para Khulafa al-rosyidin, oleh karena itu, merekalah orang–orang yang paling nampak dan tampil dipermukaan sejarah, dan mereka adalah para pemimpin setelah nabi, karena mereka adalah orang yang paling banyak mengambil ilmu dan akhlak dari nabi Saw, dan mereka pulalah yang paling memahami agama ini.

Begitu juga halnya dengan para tabiin dan tabi’-tabi’in, dengan jumlah mereka yang justru melebihi jumlah para sahabat, merekapun muncul dan memimpin, dan orang-orang menjadikan mereka panutan dikarenakan mereka pulalah yang banyak bersentuhan dengan para ulama dari kalangan sahabat dan yang mengikutinya.

Maka dengan ukuran itu, sebesar apa persentuhan dan mengikuti keteladanan para murobbi dan ulama, sebesar itu pulalah apa yang didapatkan bagi yang mengikutinya, sebuah hak yang layak untuk memimpin diantara para dai, ia akan muncul dan nampak dengan jelas diantara manusia tanpa harus meminta hak kepemimpinan itu, atau tanpa harus menonjolkan diri, karena ia akan muncul dengan sendirinya. Inilah hasil dari sebuah keterkaitan dan Ittiba’.

Oleh karena itu pula Imam Al-Jailani mengatakan pada salah seorang dai dari pengikutnya : “Bergantunglah padaku sehingga engkau menyebrang” seakan ia mengatakan kepada pengikutnya itu, yang ditarbiyah langsung oleh tangannya, bahwa ia tidak memiliki kemampuan berenang dan tidak bisa bergantung pada dirinya sendiri untuk menyeberangi sungai. Seakan pula murobi ini menundukkan dirinya dengan berkata: “Bergantunglah padaku sehingga engkau menyebrang”. Maka apabila pengikutnya ini menganggap dirinya kuasa dan sombong serta menganggap dirinya telah menjadi alim sebelum waktunya dan menganggap tidak lagi memerlukan ilmu dari pendidiknya, lalu ia lepaskan karena menganggap ia mampu menyeberangi sungai itu sebelum ia mempelajari seni menyeberangi sungai, maka ia pasti akan tenggelam. Ini adalah pelajaran pertama yg diajarkan Syeikh Al-Jailani kepada para muridnya.

Tidak ada kepemimpinan kecuali dengan berqudwah. Berlaku baik kepada para pendidik dan murobbi adalah dengan cara menteladaninya, serta mengikuti yang benar dan sesuai dengan keteladanan Rosulullah Muhammad Saw.


Wednesday, May 31, 2006

Kirim-kirim sms dong...

Eh... teman-teman.. gimana nih liburannya? Apa aja yang udah di kerjakan programnya? Oh yah, kirim -kirim dong nomor HP nya, biar kita bisa kontak. Biasanya kalau udah liburan dah pada lupa yah..? and sibuk ama urusan masing-masing nih..! he he...

Liburan

Bagi ikhwah yang besok mau pulang liburan nih, Hati-hati aja yah.. jangan ada yang terlupa atau tertinggal. Moga liburan kita kali ini lebih bermanfaat dan bermakna. Buat ikhwah yang mau menggenapkan agamanya pada liburan kali ini jangan lupa undangannya. Kalau kita nggak berbenturan dengan jadwal walimahan kita, kita usahain datang nanti. Hik.. hik.. hik