Thursday, February 01, 2007

Qiyadah hanya layak buat mereka yg berqudwah


Banyak, itulah gambaran mereka, para sahabat nabi Radhiyallahu ‘anhum, yang mana pada tahun pembebasan kota makkah jumlah meraka mencapai 10.000 orang sahabat. Akan tetapi kenapa dari jumlah yang besar itu tidak semuanya muncul dan terdengar kisah mereka? Bahkan hanya kurang dari 1000 orang saja yang tercatat dalam sejarah ketika Rosulullah Saw wafat.

Itulah sunnatullah yang menjadikan manusia berbeda dalam kecemasan dan semangat mereka yang menggelora, dalam kesakitan dan cita-cita mereka. Begitulah juga hikmah Allah yang agung, yang menjadikan surga bertingkat-tingkat, bukan dalam satu derajat saja, itu adalah karena perbedaan kesungguhan.

Diantara para sahabat rosulullah, ada dari mereka yang tidak pernah meninggalkan nabi sekalipun kecuali sampai nabi masuk kedalam rumahnya.
Diantara mereka ada yg menemani nabi hingga dalam kholwat dan penyendiriannya, membawakan air ketika nabi menunaikan hajatnya, dan menyediakan air untuk berwudhunya. Begitu juga, diantara mereka ada yang seumur hidupnya hanya sekali atau dua kali saja yang melihat Rosulullah, atau hanya meriwayatkan 1 atau 2 hadist saja.

Maka diantara para sahabat yang paling dekat dengan nabi dan yang paling banyak bersentuhan dengannya adalah para Khulafa al-rosyidin, oleh karena itu, merekalah orang–orang yang paling nampak dan tampil dipermukaan sejarah, dan mereka adalah para pemimpin setelah nabi, karena mereka adalah orang yang paling banyak mengambil ilmu dan akhlak dari nabi Saw, dan mereka pulalah yang paling memahami agama ini.

Begitu juga halnya dengan para tabiin dan tabi’-tabi’in, dengan jumlah mereka yang justru melebihi jumlah para sahabat, merekapun muncul dan memimpin, dan orang-orang menjadikan mereka panutan dikarenakan mereka pulalah yang banyak bersentuhan dengan para ulama dari kalangan sahabat dan yang mengikutinya.

Maka dengan ukuran itu, sebesar apa persentuhan dan mengikuti keteladanan para murobbi dan ulama, sebesar itu pulalah apa yang didapatkan bagi yang mengikutinya, sebuah hak yang layak untuk memimpin diantara para dai, ia akan muncul dan nampak dengan jelas diantara manusia tanpa harus meminta hak kepemimpinan itu, atau tanpa harus menonjolkan diri, karena ia akan muncul dengan sendirinya. Inilah hasil dari sebuah keterkaitan dan Ittiba’.

Oleh karena itu pula Imam Al-Jailani mengatakan pada salah seorang dai dari pengikutnya : “Bergantunglah padaku sehingga engkau menyebrang” seakan ia mengatakan kepada pengikutnya itu, yang ditarbiyah langsung oleh tangannya, bahwa ia tidak memiliki kemampuan berenang dan tidak bisa bergantung pada dirinya sendiri untuk menyeberangi sungai. Seakan pula murobi ini menundukkan dirinya dengan berkata: “Bergantunglah padaku sehingga engkau menyebrang”. Maka apabila pengikutnya ini menganggap dirinya kuasa dan sombong serta menganggap dirinya telah menjadi alim sebelum waktunya dan menganggap tidak lagi memerlukan ilmu dari pendidiknya, lalu ia lepaskan karena menganggap ia mampu menyeberangi sungai itu sebelum ia mempelajari seni menyeberangi sungai, maka ia pasti akan tenggelam. Ini adalah pelajaran pertama yg diajarkan Syeikh Al-Jailani kepada para muridnya.

Tidak ada kepemimpinan kecuali dengan berqudwah. Berlaku baik kepada para pendidik dan murobbi adalah dengan cara menteladaninya, serta mengikuti yang benar dan sesuai dengan keteladanan Rosulullah Muhammad Saw.


0 Comments:

Post a Comment

<< Home